Kamis, 21 April 2016

Sempat terpikir , kira-kira setahun ini bisa baito di Jepang gak ya? Dapat gak ya?      

Kenapa saya segitu pesimisnya ya?    
Karena satu, letak kotaku di Nara.        

JUJUR, KALIAN PERNAH GAK DENGAR KOTA BARA GAK!!!?
EH!??    

Ma-m-mmm-maksud saya NARA... Tau lokasi persisnya gak?    
/tik tok/tik tok/tik tok/tik tok/tik tok/tik tok          

Gampangannya gini, Yogyakarta ke timur sejam naik kereta, kek Yogyakarta ke Gunung kidul habis sejam lebih. LAH! POKOKNYA KEK GITU. Osaka ke timur sejam = Nara.

Nara adalah kota kecil, sepi. Jadi, jangan samakan Tokyo , kyoto atau Osaka dengan Nara.
Kota ini hanya rame ketika musim wisata dan Sabtu-Minggu.

Dsini, ada kesimpulan ambigu.
Semakin kecil kotanya, semakin sedikit pula lapangan kerjanya.
Lalu ada lagi satu hal..

[ Apakah orang yang pakai jilbab bisa diterima kerja part time di Jepang gak ya? ].

Semuanya lumrah setelah mendengar kicauan dari sana sini.
Berkaca dari  pengalaman salah satu senpai dan sekian bloggers hijabers se Jepang, ternyata ada beberapa baito yang menerima namun juga ada yang menolak.

Meski jengkel dengan kejadian seperti ini, kita juga kudu tau diri, ini negara orang lain jadi kita musti beradaptasi.

Dengan nasib ambang diakibatkan pengumuman JASSO masih di akhir bulan April ini, segala risau masih melanda di pikiran. Meski telah direstui ortu, tapi tetap saja ingin melakukan sesuatu agar bisa menghemat uang saku.

Setelah mencari dari berbagai macam baito site, akhirnya saya mencoba mencoba satu baito ini. Yng satu ini cuma perlu datang wawancara langsung dan tidak perlu membawa rireikisho (resume/CV). Dari stasiun Kintetsu Nara ke stasiun Gakkuen-mae sekitar 260 Yen, lalu jalan kaki 10 menit.

Baru keluar dari stasiun saja, jantung dan sekujur tubuh sudah gemetar.
Bukan demam panggung atau takut.

Menggigil kedinginan.
DINGIN!
*maklum, anak garis equator

Dijalani aja. Linatsin saja jalan ini.
Jalan kaki ke selatan 10 menit.
Iya, kuat, 10 menit itu tidak lama.
//Tidak lama..
///Tidak lama...
///Tidak lama, ya?

Sepanjang jalan, nyebrang kek biasanya, dah terlihat pemandangan mas-mas yang lagi isi bensin.
ADA POM BENSIN!?

//maaf saya dah lama banget gak liat pom bensin jadi suer kaget!
Sampai juga!
Ternyata tempat baitonya adalah Muten Kura Sushi, disamping nya Saezeriya Resto.
Sambil ngintip dari jendela luar, kaget minta ampun.

RUAAAMEEEEEE!!!!! SAMPE YANG BELOM DAPAT MEJAAJA KUDU DUDUK NUNGGU MEJA KOSONG *serasa di PizzaH*T

Aduh, lihat tuh sushi berjalananya, oishisou!!
#mulut gences

Maju nak, maju!
Masuk pintu depan.
Kuhampiri kasir.
Dengan senyum dan bahasa Jepang.

Ternyata, mereka membuka lowker baito tapi mereka tidak melayani wawancara di hari Sabtu-Minggu,
OHW...
Iya, hari itu ialah hari Sabtu.
SABTU?
YA SABTU...

Dengan tangan kosong, saya pun pulang. Karena ogah jalan kaki yang tanjakan tinggi, saya memilih pakai bus terdekat menuju ke Gakkuenmae eki (210 Yen).

Disela perjalanan pulang, saya berpikir singkat.

Seketika itu juga, niat saya untuk baito di resto kaiten sushi ini pun musnah.

ALASANNYA:
JARAK DAN PERJALANANNYA !
Jaraknya yang jauh dari stasiun Gakkuen mae plus uang tranport yang begitu luar biasa. (kereta bolak balik 260 Yen * 2 = 520 Yen, belum lagi klo lagi malas jalan bisa nambah jadi 520 +210 = 730 Yen)

Saya juga kurang yakin, apakah restoran rela ngasih Koutsuhi ( uang transport ) segede itu gak ya...
Selain itu, seminggu setelah hal ini, ternyata ada rejeki yang lebih baik
Semua bermula dari acara singkat hang out dengan senpai jurusanku, Mba Fia bersama teman dari Narajo (Nara Women's University) bernama Yuka.

*sumpah beribu terima kasih kepada kalian berdua!!!! Terima kasih karena mengenalkan ku pada tempat ini!!!!!!!*

Di hujan gerimis, kami bertiga meluncur ke arah Selatan, daerah bernama Naramachi demi mencicipi makanan halal di Nara.
Ramen Halal Jinniyah yang berjarak 15 menit dengan jalan kaki.

Ternyata usut punya usut, harga makanan halal itu normalnya 1000 yen ke atas, justru di Nara, dengan harga 800 Yen, kita sudah bisa mencicipi ramen halal enak!

Dengan kondisi restoran yang masih sepi, baru buka tahun ini, dan dilengkapi dengan tempat solat plus tempat wudhu yang begitu layak dan bersih, saya melirik kesempatan baru.

Beranikan diri untuk menanyakan pertanyaan krusial.

Apakah disini masih buka lowker baito?

( OHOHOHOHOHO. )
(HANTAM FATIMAH!! HANTAM HANTAM!)

Karena yang shift di hari itu bukan boss, maka dia langsung menanyakan nomor hp saya agar bisa di kontak untuk kelanjutan informasi. EH? Kupikir elu bossnya...kerana gaya mu sangat cocok jadi boss resto ini..

Ya, ini masih ambigu, karena dia harus nanya dulu sama bosnya, apakah buka baito atau enggak...
dag dig dug...

"Mba, ada nomor hape gak?.."

"Tapi mas, saya gak punya hp, kalau email aja , boleh?"

Saya tidak begitu mengerti tapi sepertinya dia sangat menginginkan nomor hp ketimbang email.
(Napa mas, mau modus yaaaaa~)

Alhasil, demi keselamatan galkasi sejagad raya, saya pun numpang no. hp Mba Fia.

Besoknya, lewat fb messenger, saya mendapat kabar dari mb Fia bahwa mereka siap mewawancarai saya di hari Sabtu/Minggu di jam buka toko.

UOOOOOOWWWWAAAAAAAAAAAAAAAAAAAARGGGHH!!!

Sumpah! Gembairanya bukan main!!!!
Akhirnya ada kemajuan progress!!!

Mereka menunggu saya + rireikisho (CV ala Jepang).
5 hari lagi menuju wawancara.

 [ Cerita terjadi diantara April awal ~ 5 April. ]

*bersambung
Mencari Baito pertama di Jepang part 2

Minggu, 07 Februari 2016

Suka duka anak magang?
Macam-macam!

                Bahagianya banyak, karena menuntut ilmunya langsung ke ranah praktek. Manfaatnya juga banyak karena kita belajar langsung didunia real! Atau bisa sebagai obat penyembuh kebosanan kita pada kelas berteori.
 Tapi,tapi,tapi dukanya juga banyak. Kalian selagi muda, sekali seumur hidup cobalah magang. Kali ini, saya lebih menjelaskan suka duka magang yang tidak digaji, tapi lingkungannya kondusif buat kerja. 
Saya mulai dari duka nya dulu, biar ending nya happy ending ya!
                Duka magang yang saya alami ialah:

                1.Tidak dapat tugas itu sakit
                Kebayang sehari dari jam 8 sampai jam 5 sore, tidak ada tugas?
Senang!?
Senang!?
Senang ya senang!?
Jawabannya ENGGAK!
Kalau andai saat seperti ini tidak diawasi atau kantor sepi, maknyus benar. Bisa internatan sepuasnya, baca blog orang, baca fanfic tapi gak bisa baca komik. Gila aja buka gambar dan komik, lalu dibelakang saya lewat sachou. Jangan JANGAN!
                Pokoknya, kalau tidak dapat tugas, sebisa mungkin saya mencari data yang bisa dibaca dan dipelajari sendiri. Kalau sudah bosan, rasanya ingin pulang saja daripada bengong.
                * Pulangkan sajaaaaaa, aku pada ibuku atau~ ayahkuuuu ..U woooh U wo~ooohh
                Kalau tak dapat tugas, mau santai internatan rasanya salah , tapi kalau mau kerja , kerja yang ada ya cuma makan pisang satu ikat. Ya juga gak ada kerjaan. Akhirnya, saya cuma bisa baca-baca file-file laporan excel yang dah lama seakan sedang kerja biar gak dianggap malas.

                2. Tidak ada teman seumuran
                Ini mungkin berlaku kalau bagi perusahaan bermayoritas pegawai umur 30 ke atas. Runyam, runyam. Sebisa mungkin menjaga jarak karena jarak umur. Selain itu, ingatlah mereka tidak muda lagi, sehingga mereka tentu lebih mengutamakan waktu keluarga daripada bermain sama rekan kerja. Sangat berbeda dengan kita yang suka refereshing, futsalan bareng, karaoke bareng. Sehingga saya pun jadi serasa kurang hiburan sosial.

                3. Waktu bermain semakin berkurang
                Sedih ga bisa baca komik, padahal dah update dari 3 hari yang lalu, tapi pas sampai di rumah bawaannya capek, dan lupa! Giliran anime yang sudah didonlod bejibun pakai net kantor, ujung-ujungnya lupa kutonton. Pokoknya jadi gak serba updet dengan hiburan tercinta.

                4. Susahnya melawan rasa takut mencari/bertanya pada atasan
                Kerasa banget nih. Saya terkadang takut kalau mau berbicara dengan atasan, karena mereka sibuk banget. Jalan sana kemari, tiba-tiba ngilang dari meja, padahal saya butuh tanda tangan dan bertanya sesuatu.
Begitu tiba di meja dan di samperin, eh, ternyataa~
//balik badan dan sedang sibuk telpon. Makanya, sebisa mungkin saya selalu melihat mood dan kondisi atasan, apakah sudah bisa diajak bicara atau belum, INi penting, karena atasan kita juga manusia. Hormati dan peka lah dengan kesibukannya.

Tapi bahagianya malah lebih banyak.
1. Dapat makan siang gratis
                Ada beberapa perusahaan yang dengan baik menyediakan makan siang untuk karyawan. Sewaktu saya magang di perusahaan manufaktur, makanannya sungguh bergizi. 4 sehat lima sempurna deh! Mungkin kalau dari segi enak, gak kalah enak denga makanan pas di Jogja, tapi kalau dari segi gizi, disini joz markotop!

2. Snack gratis
               Hampir tiap hari, pegawai suka bawa snack dari rumah dan alhasil, aku juga sering dapat snack! Ada crackers, brownies, kue tart ulang tahun, donat kurma, pisang goreng, pisang satu ikat, makan sampai bodoh! Program diet bisa gagal.

3. Ilmu semakin bertambah
                Siapa bilang mencari ilmu di kelas itu cukup? Mencari ilmu esensi dasarnya mutlak bagi siapapun! Dair magan, saya mendapat begitu banyak kosakata dan kanji asing yang tidak pernah saya jumpai sebelumnya, dan beberapa istilah yang sering digunakan perusahaan. Selain itu, saya juga belajar mengecek Cutting Box barang sebelum di Ekspor,membuat laporan harian magang , proses alur produksi hingga cara menghadapi orang dari berbagai posisi.

4. Menyadarkan kita tentang realita dunia kerja
                Kerja dari pagi sampai sore, sekilas tampak tidak jauh berbeda dengan rutinitas anak SMA, tapi tahukah kalian, bagi anak kuliah semester akhir, dimana ke kampus pun seminggu gak sampai dua kali, lalu terpaksa harus kembali ke ritme ini adalah neraka baru. Seminggu awal , karena shock dengan ritme ala anak SMA ini, bawaan nya cepat ngatuk dan badan lesu. Tapi dua minggu dan seterusnya, sudah semakin terbiasa. Belum jadi pegawai tetap sudah segini lelah nya makanya musti siap kalau kerja nyata pastinya bisa 2~3kali lipat. Bagus banget untuk dijadikan pelajaran baru untuk semua kalangan.

5. Tambah sehat dan bugas
                Setiap pagi, ada olahraga rutin , semacam senam ringan dan di hari Jumatnya kerja bakti. Kuliah kan udah hilang matpel PENJASKES, jadi ini bagus buat kesehatan.
6. Mengasah logika dan soft skill
                Tidak kusangka, saya anak sastra musti mengingat kembali rumus excel dan belajar kembali rumus rumus runyam ini. Untungnya ada internet jadi cukup mudah mengingat rumus-rumus dari excel. Selain itu, seiring kita kerja, kita belajar dari banyaknya nasihat dan wejangan dari pegawai dan atasan. Selain membanting diri dengan mental baru, kita juga semakin dilatih untuk menjadi pribadi yang prima dan mantap dalam berkomunikasi.
                Selain itu, jangan anggap remeh untuk mengingat setiap nama dan posisi jabatan yang diampu oleh pegawai didekatmu. Dengan begitu, mereka pasti meras dihargai, seperti saya yang senang ketika nama dan asalku yang diingat oleh mereka.

7. Menambah networking
                Yang ini gak usah ditanya. Jalin sebaik mungkin hubungan ketika di perusahaan, simpan kontaknya. Suatu saat pasti akan berguna, mungkin untuk rekomendasi atau mencari bantuan.

8. Memperindah CV
                Yang ini pasti berguna sekali. Perusahaan harus mencari kandidat terbaik hanya dengan membaca 1.80 detik per lembar CV. BIsa jadi, kamulah kandidat yang dibutuhkan oleh mereka.

9. Bisa melatih bahasa Jepang

                Ini berlaku ketika kita berada di perusahaan yang memiliki peluang untuk bertemu dengan native Japanese. Skill bahasa Jepang cukup terlatih karena mayoritas istilah perusahaan dan istilah-istilah dalam perusahaan berasal dari kamus Jepang.

Mungkin ini yang saya bisa sharing sama teman-teman semua. Kalau mau menambahkan suka-duka magang,, langsung saja di komentar~ /(>u<)/

                Hukum absolut yang dipelajari dalam fisika SMA tidak ada apa-apanya dibandingkan absolutivitas orang tua.  
                Sering kah kalian mendengar cerita, anak yang harus menempuh jurusan kuliah pilihan ibunya dengan terpaksa demi membahagiakan orang tua? Atau harus masuk jurusan teknik sipil padahal dalam hati berkata jurusan Ekonomi? Sekelumit fenomena pasaran ini sudah terjadi dimana-mana.
                Beruntung, saya dilahirkan di keluarga cukup dekromatis. Segala keinginan dan pilihan dapat ditawar . Ketika tidak setuju, anak harus memantapkan resolusi pandangan lebih dari 2 sudut, memaparkan alasan dan kemantapan untuk bertanggung jawab. Pilihan dapat dilegalisir ketika ada kemantapan dan keberanian untuk menanggung kerasnya tanggung jawab pantang mundur. Sejauh ini, inilah yang mendefinisikan metode saya ketika bernegosiasi dengan orang tua.

                Saya mau masuk sekolah ini, OK. Saya ingin coba kursus itu, OK. Ketika mau merantau ke pulau Jawa untuk SMA, juga OK. Ketika membeli banyak alat lukis, dijawab OK. Ketika ingin motor, ortu sudah yakin dan saya pun sudah cukup berani dan tidak ragu-ragu, juga direstui OK. Ketika saya menginginkan laptop Mac Apple dikarenakan saya ingin menggambar digital art lebih baik, juga tiba-tiba dikasih OK. Ketika SMA kelas 2, saya minta Pen tablet Wacoom yang harganya lebih mahal dari PS, herannya langsung dikasih OK. Banyak OK dari segala permintaan saya.
                Tapi, banyak juga kata TIDAK tanda gagal nego. Seperti ketika meminta PS2 yang baru, jawabanya TIDAK BOLEH. Ketika minta hadiah Ultah PS3, TIDAK BOLEH. Ketika saya bersikeras hanya ingin pakai sepatu simple favoritku meski robek sedikit dan tidak terlalu kelihatan robeknya, juga TIDAK BOLEH. Ketika saya mau bermain ke rental PS, juga TIDAK BOLEH. Banyak sekali pertengkaran untuk menentang. Banyak perdebataan dengan saling melempar alasan yang saya anggap TIDAK rasional. Mengapa saya tidak boleh memiliki PS(Playstation), padahal nilai sekolah saya baik dan saya juga selalu menepati janji bahwa hanya bermain di hari Sabtu Minggu. Kenapa saya tidak boleh ke rental PS, hanya karena takut saya sendiri yang cewek disana? Mana feminisme! Kenapa tidak boleh pakai sepatu favoritku, dan harus beli lagi sepatu baru padahal sepatuku yang sekarang masih bisa layak pakai!? Dan apa  manfaatnya ketika memakai sepatu baru demi dianggap baik didepan orang lain?

                 Semakin naik umur, semakin banyak pengalaman yang menempa cara-cara nego dengan orang tua. Ketika kuliah, pergi kemanapun, mayoritas dikasih OK dan proses nego tidak sesulit ketika masih kecil. Capek juga terkadang harus ikut kemauan ortu semisal ikut acara undangan teman kerjanya, atau harus pergi acara makan-makan keluarga ketika besoknya ada ujian. Saya juga harus bilang OK untuk permntaan mereka.
                Ketika saya masuk kuliah, tidak ada pertanyaan pada pilihan jurusanku. Semua pilihan masa depan, telah dipercayakan sehingga ketika saya mencoba Binus, President University, UGM, UII dll tak ada kesulitan. Hasil apapun, ortu manut karena tau yang menjalani hidup tersebut adalah saya.
                Saat mencoba berbagai macam beasiswa, semuanya juga mendukung. Tidak ada pertanyaan apapun dan langsung mendukung.
               3 tahun sudah perjalanan saya mencari beasiswa ke Jepang di Sastra Jepang dan lagi-lagi gagal. Saya memutuskan untuk coba lagi tapi herannya, kali ini orang tua  melarang. Jelas-jelas saya tidak dapat beasiswa full, dan hanya mendapat uang kuliah gratis saja adalah pertanda saya telah gagal. Saya mau mencoba 3 beasiswa yang sedang buka di kampus seperti ke Tohoku U, Hokkaido U dan Saga U. Ada Jasso (uang jajan 8jt/bln) + uang kuliah gratis. Lebih baik daripada beasiswa Nara yang hanya tembus di uang kuliah saja. Kecewa sekali rasanya, makanya beasiswa parsial ini pun saya tolak.

                Tapi, dari Nara Womens U memberi deadline sampai 1 Febuari, agar saya memberi jawaban tolak secara resmi dari kampus. Selama jangka seminggu itu, saya banyak berpikir lagi. Disini, saya mengingat lagi tulisan di tembok kamar. Ada tulisan, saya harus dapat beasiswa di daerah Kansai ( Nara, Kyoto, Osaka).
                Tanpa disadari, tembusnya beasiswa ini adalah SETENGAH jawaban dari doa-doa di tembok kamar. Tapi saya mantap, harus tolak dan segera move on ke beasiswa lainnya. Semester 8, semester ini adalah kesempatan terakhir saya mendaftar beasiswa Exchange kampus.
                Lalu, orang tua saya langsung menelpon, murka. Murka karena saya menolak beasiswa Nara. Saya memaparkan, ada universitas lain yang juga sedang buka peluang lebih baik, dan saya mau coba jadi mohon doanya. Tapi tidak ada doa yang mereka berikan untuk kesempatan ini. Mereka marah kalau saya tolak. Katanya, papa punya dana cukup andai uang jajan 8jt/bulan selama setahun.
                Jujur, saya orang Sulawesi, dimana biaya hidup bisa semahal hidup di Jakarta/Surabaya. Kemudia saya merantau selama 6 tahun terakhir ini dan menetap di Jogja, dimana sebulan saja hanya habis 1 jt~1,5 jt saja. Kagok keras, kalau membayangkan saya harus mengeluarkan 8 jt, sebanding dengan harga kosku per tahun. Shock berat, bila membayangkan saya harus membeli makanan seharga 500 yen (Rp50.000,-) yang cukup menghidupi saya selama 2 hari makan enak di jogja.

                Pupus sudah. Saya tidak akan mencoba beasiswa exchange S1 lagi. Putus asa.

    Karena kerasnya orang tua dan kemantapan mereka untuk menafkahi uang jajan selama setahun, maka untuk meredamkan bara api di perdebatan, saya putuskan untuk ambil saja beasiswa ini. Rasanya senang tapi juga mau gila! Gila! Padahal, didepan mata, meski belum tahu hasilnya, jelas-jelas didepan mata ada kesempatan beasiswa yang jauh lebih baik, tapi harus mengambil beasiswa kuliah tanpa uang jajan, rasanya mau gila. Rasanya mau mencak-mencak marah kayak cicak!
Teman—teman saya juga kaget. Tidak ada teman sejurusan yang berani ambil beasiswa parsial tanpa uang jajan karena biaya. Saya juga mencoba karena ada tawaran beasiswa dan peluang Jasso.Sama seperti teman saya, ada yang lolos ke Chiba U dengan uang kuliah gratis tapi gagal dapat Jasso. Alhasil, dia tolak dan mau move on ke beasiswa lainnya.

Saya juga mau move on, tapi restu Ortu ternyata sama kuatnya dengan restu Tuhan.

LABEL

baito (1) beasiswa (2) beauty tips (1) Cat cafe (1) Cita-cita (1) Daily (6) Event (1) jalan-jalan (1) Japan (4) jogja (1) kerja (5) kucing (1) Kuliner (1) magang (4) Motivasi (3) product review (1) Review (1) story (5) Travel (1) trip (3) VISA (1) Wisata (2) yogyakarta (3)